Menilai Isu Mentoring Poligami, Dosen Komunikasi UMY : Jangan Berhenti Mencari Ilmu di Satu Sumber Saja

November 25, 2021, oleh: superadmin

Indonesia kembali dihebohkan dengan isu mengenai Mentoring Poligami Berbayar yang disiarkan dari akun YouTube milik media digital Narasi. Video tersebut membahas secara lengkap bagaimana seorang perempuan dibentuk mindset-nya untuk siap dipoligami. Menariknya, ada satu doktrin yang secara berulang disampaikan Kiai Hafidin selaku mentor poligami tersebut, yaitu sebagai seorang perempuan, mereka harus taat pada suami yang mana taat sebagai syarat mutlak.

Hal demikian mengundang warganet beramai-ramai memberi komentar negatif dan berontak tidak menerima pendapat tersebut yang terkesan membungkam hak wanita untuk memilih dan bersuara. Dr. Tri Hastuti Nur Rochimah, S.Sos, M.Si selaku pakar Komunikasi pun ikut berkicau menilai hal itu bahwa asas perkawinan dalam Islam yang sebenarnya adalah monogami sesuai dengan fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah tahun 2010.

“Melihat hal ini, pastinya perlu dikontektualkan sesuai zamannya. Muhammadiyah menggunakan pendekatan bayani, burhani dan irfani. Islam memposisikan perempuan sangat mulia, dan setara dengan laki-laki. Dalam relasi laki-laki perempuanpun, adalah relasi saling menghargai, saling menyayangi, tidak ada yang lebih tinggi satu dengan yang lain kecuali dinilai ketakwaannya.  Jadi memahami tentang poligami, sebaiknya jangan dibaca secara literer (apa adanya),namun harus dengan tiga pendekatan tadi dan memahami konteks munculnya ayat tersebut. Ayat mengenai poligami itu diturunkan pada saat ini cukup progresif dengan melihat posisi perempuan pada saat itu yang dapat diperjualbelikan, diwariskan, laki-laki menikahi banyak perempuan sesuka hati, dan kapanpun dapat ditinggalkan. Nah, ayat ini turun untuk membatasi  dan jika dibaca ayat dibawahnya jelas sekali yaitu dengan syarat bisa berlaku adil. Akan tetapi, ayat lain melengkapi juga bahwa manusia tidak bisa berlaku adil. Nah ini yang perlu kita garisbawahi,” jelas Tri Hastuti yang diwawancarai langsung pada Kamis (25/11) di Gedung Ki Bagus Hadikusumo UMY.

Isu mentoring poligami ini dianggap menjadi komodifikasi agama yang tidak semestinya digalakkan karena hanya untuk mencari uang. Tri Hastuti sangat menyayangkan hal ini terjadi dan berpesan untuk para wanita agar tidak mudah menerima doktrin-doktrin seperti ini. Jangan berhenti mencari ilmu di satu sumber saja, tetap belajar dari berbagai sumber dan banyak membaca untuk memancing daya pikir kritis kita karena nilai agama adalah cara untuk memuliakan perempuan dan laki-laki.

“Saya kira yang harus dipegang teguh bagi perempuan itu tidak sekadar menerima dalil-dalil yang ada, tapi perlu mempertanyakan juga asbabun nuzul-nya. Di era digital ini, banyak yang ingin mengembalikan wanita pada ketundukan yang mutlak padahal ketundukkan itu kan hanya pada Allah. Kalo dengan suami itu saling pengertian bukan ketundukkan yang mutlak. Kita adalah harmoni yang mesti bekerja sama jadi bukan berarti omongan suami itu benar selalu. Suami itu juga manusia yang punya kesalahan,  saling mengingatkan dengan cara yang ma’ruf. Ayo kita semua membuat konten agama yang mencerahkan. Kita semua juga harus kritis terhadap teks-teks literal yang berseliweran di dunia digital ini,” tutur Tri Hastuti yang merupakan Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.