Berita

Kasus dugaan kebocoran data kembali terjadi di Indonesia. Kali ini, dugaan kebocoran data terjadi di KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Isu kebocoran data KPAI ini menuai sorotan dari ahli keamanan siber. Data tersebut mencakup identitas anak di bawah umur, yang menggarisbawahi kerentanan mereka dari predator online. Menurut chairman lembaga studi keamanan siber CISSReC, Pratama Persadha, kebocoran data yang terkuak pada Sabtu (13/10) tersebut adalah valid. Data tersebut diduga berisi database pelaporan masyarakat dari seluruh Indonesia dari tahun 2016 sampai sekarang.

Dalam hal ini, Dosen Komunikasi UMY ikut bersuara menanggapi bocornya data KPAI. Dr. Tri Hastuti Nur Rochimah, S.Sos, M.Si mengatakan bahwa sebelumnya sudah ada banyak kebocoran data di berbagai kasus pada badan pemerintah. Hal ini yang sebenarnya cukup meresahkan karena berhubungan dengan keamanan data publik.

“Harus ada perubahan baik dari sisi manajemen dan budaya karena sekarang hidup di era digital yang mengutamakan security. Lebih jauh lagi, khawatirnya ini bisa dimanfaatkan oleh predator anak dalam melancarkan aksi-aksi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sebagai badan publik maka kejadian ini diharapkan bisa dijadikan refleksi supaya tidak terjadi lagi,” pungkas Dr. Tri Hastuti, Dosen Komunikasi UMY dengan konsentrasi Public Relations.

Saat ini, KPAI sudah melaporkan ke kepolisian dan tindakan ini sudah dianggap tepat. Tri yang memiliki perhatian pada perempuan dan anak ini berharap Pemerintah bisa meninjau kembali apakah sudah efektif UU ITE untuk mendukung kasus ini. Selain itu, KPAI bisa menata ulang keberadaan penyimpanan data masyarakat di platform yang lebih aman dengan sandi yang sulit diretaskan. Bila perlu, Pemerintah dapat membentuk undang-undang khusus yang mengatur soal perlindungan data pribadi ini namun tetap disinkronisasi dengan UU Keterbukaan Informasi Publik agar mampu berjalan selaras.